Belenggu Cinta


By: Syarifah Juliyanti Alattas

    Malam ini hujan cukup deras, membasahi halaman hingga ke pipi, "Upss!" Ketahuan, aku menangis lagi malam ini. Mungkin hanya karena terbawa suasana dingin, bawaannya sedih atau hanya ingin bernostalgia dengan masalalu atau masa depan yang belum tentu.

    Tik! tik!
    Bunyi hujan yang terus saja membanting diri di atas atap rumahku, aku masih saja dengan lamunku,
    "Cukup sudah!"
    "Jangan terlalu besar berharap." Ucapku dalam hati sambil menelan ludah dengan hati nelangsa.

    Kemudian ku tarik selimut berniat untuk memaksa mata nakal ini untuk tidur, namun ia tetap saja terjaga, mungkin karena hati gelisah, bahkan mata saja tak mau berkompromi dengan aku.

    "Ayolah mata... tidur..... tidur!"
Ucapku kesal dengan sedikit memaksa.

    Mungkin mataku tahu aku sedangan menunggu sesuatu, merindui sesuatu yang bahkan belum tentu merinduiku.

    "Huh! Bodoh!" Ucapku kesal pada diriku. Aku masih saja memaksa mataku untuk tertutup dan melupakan harapan malam ini.

    Hujan semakin deras hingga tangisku atau sekalipun aku berteriak takkan ada yang bisa mendengar, ia masih saja membanting badannya di atas atap rumahku.

    "Mungkin aku sama bodohnya dengam air hujan malam ini. Sudah tau sakit masih tetap saja tidak mau berhenti" pikirku lagi dengan nada mengejek diriku sendiri.

    Awalnya, aku berharap bisa tidur nyenyak malam ini karena aku bisa berbagi cerita dengannya, dan melepas semua beban karena ia membantu memikulnya, tapi tidak berselang berapa lama, telpon ditutup. Bahkan aku belum sempat menceritakan apapun. Dan kemudian, zona kesepian pun di mulai.

    Ia terlalu menaklukkanku, hingga aku terlalu membutuhkannya, dan selalu saja mencarinya.

   Entah mantra apa yang sudah memasuki sukmaku, yang ku tahu pasti bukanlah "abra kadabra" yang sering di jadikan matra di sinetron legenda. Mungkin aku telah teracuni cintaku sendiri.

    Begitulah ceritanya, ia menceritakan itu padaku.

Komentar

Postingan Populer