Hujan


Oleh: Syarifah Juliyanti Alattas

    Bulirnya mulai turun begitu deras, seolah tahu sedihnya hati seorang gadis yang kini tengah berada dalam keramaian yang membuat ia merasa sendirian, keramaian yang mebuat ia berada dalam kesepian.

    Bulir air itu jatuh dari langit, bertubi-tubi dan tampaknya akan lama sekali menunggunya untuk berhenti. Gadis itu masih berada dalam kesepian, memandangi layar gadgetnya berulang kali, untuk sekedar melihat sudah jam berapa sekarang.

    Jika ia pulang, maka kuyup yang ia dapati, kedinginan dan kembali lagi ke dalam sepi. Mungkin ada cara jitu untuk membuatnya keluar dari zona yang paling ia benci, memuakkan! Ia masih terkunci di dalam jeruji khayalnya.

    Waktu mulai berlalu detik demi detiknya mulai meninggalkan detik sebelumnya, andai itu sebuah jam pasir mungkin tak tahu lagi sudah berapa kali ia membaliknya.

    Sebuah musholah, dimana ia berteduh dengan dua orang temannya dan beberapa orang lainnya, cukup ramai namun hatinya sepi.

    Ia kembali melihat layar gadget yang ia genggam, untuk memastikan bahwa hari benar-benar akan malam, jingga senja tak terlihat, tertutupi awan kelabu tepat di atas musholah kecil itu.

    Ia berjalan ke arah pagar musholah, mengulurkan tangan untuk merasakan dinginnya bulir yang jatuh dari langit itu, "sedingin hatiku" ucapnya pilu dalam hati.

    Ia kembali bergegas balik kedalam musholah, dan duduk tepat di dekat dua orang temannya yang sedang duduk di atas sajadah musholah,
"Dingin, ngantuk" ucap temannya yang mulai membaringkan badan di atas sajadah.

    Kini ia hanya bisa menanti, sebuah kepastian yang akan menjadi pasti,
Ya.... sampai ayah datang menjeput dan pulang, kembali ke kamar kecil yang tak begitu nyaman, tapi cukup untuk menjadi tempat mencari ide-ide tulisannya.

    Ia masih menanti, mungkin untuk beberapa waktu, beberapa kali balikan jam pasir yang mulai kehabisan pasirnya.

Komentar

Postingan Populer